NEVI ADE SEPTA B

Minggu, 11 Desember 2011

AKTUALISASI PENGAMALAN PANCASILA DAN UUD 1945 DALAM ERA GLOBALISASI


KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini yang berjudul “ AKTUALISASI PENGAMALAN PANCASILA DAN UUD 1945 DALAM ERA GLOBALISASI” dapat selesai pada waktunya.
Makalah ini diperlukan untuk memenuhi tugas “Pendidikan Pancasila” serta diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah informasi mengenai pengamalan Pancasila dan UUD 1945 dalam Era Globalisasi.
Tak lupa saya menghaturkan banyak terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, yaitu kepada :

Orang tua saya yang telah membantu baik secara moril maupun materil.
 Serta teman-teman saya yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, saya mengharapkan adanya kritik dan saran pembaca. Karena kritik dan saran pembaca dapat memotivasi saya dalam menyempurnakan makalah saya untuk kedepannya.
Jombang, November 2011
(Penulis)
———————————————————————————————-
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
2.     Maksud dan Tujuan
3.     Ruang Lingkup
BAB II
AKTUALISASI PENGAMALAN PANCASILA DAN UUD 1945 DALAM ERA GLOBALISASI
1.     Bidang Politik
2.     Bidang Ekonomi
3.     Bidang Sosial Budaya
4.     Bidang Hukum
BAB III
PENUTUP
1.     Kesimpulan
2.     Kritik dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
———————————————————————————————
BAB I
PENDAHULUAN
1.     1. LATAR BELAKANG
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.
Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri. Kebudayaan lokal atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global.
Anggapan atau jalan pikiran di atas tersebut tidak sepenuhnya benar. Kemajuan teknologi komunikasi memang telah membuat batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tak berguna. John Naisbitt (1988), dalam bukunya yang berjudul Global Paradox ini memperlihatkan hal yang justru bersifat paradoks dari fenomena globalisasi. Naisbitt (1988) mengemukakan pokok-pokok pikiran lain yang paradoks, yaitu semakin kita menjadi universal, tindakan kita semakin kesukuan, dan berpikir lokal, bertindak global. Hal ini dimaksudkan kita harus mengkonsentrasikan kepada hal-hal yang bersifat etnis, yang hanya dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri sebagai modal pengembangan ke dunia Internasional.
Globalisasi adalah sebuah keniscayaan waktu yang mau tidak mau dihadapi oleh negara manapun di dunia. Ia mampu memberikan paksaan kepada tiap negara untuk membuka diri terhadap pasar bebas. Hampir tiap negara mengalami hal serupa dalam era globalisasi yang serba terbuka ini. Pihak yang diuntungkan dalam perkembangan situasi ini tak lain adalah negara maju yang memiliki tingkat kemapanan jauh di atas negara berkembang.
Era globalisasi yang menuntut kita untuk selalu lebih maju pada setiap zaman,menjadikan perkembangan demi perkembangan terkadang jauh dari sebuah keteraturan. Banyaknya terjadi kasus itu hal pada dasarnya merupakan tuntutan sebuah zaman yang terus berkembang. Dan seseorang ataupun sekelompok masyarkat tidak menginginkan ketertinggalan dari masyarakat lain apalagi Negara – Negara yang lebih maju. Untuk itu pancasila merupakan ideology terbuka yang bisa menampung perkembangan sesuai tuntutan zaman.
Didalam bidang politik yang paling jelas diterapkan pengalaman pancasila tersebut.karena dibidang politik sangat memerlukan pancasila karena pancasila adalah pedoman untuk bangsa ini.bidang politik kalau tidak menggunakan pengalaman pancasila maka kurang berjalan dengan lancar.
Secara alamiah, tanah air kita memiliki tiga karakteristik utama, yaitu secara geografis sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau dan ratusan ribu kilometer garis pantai serta terletak pada “posisi silang” antara dua benua dan dua samudra, memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Serta secara demografis memiliki keanekaragaman yang sangat luas dalam berbagai bidang dan dimensi kehidupan seperti ras/etnis,agama, bahasa, kultur, sosial, ekonomi dan lain-lain. Faktor letak strategis dan kekayaan sumber daya alam tadi akan semakin penting manakala aspek geoekonomi, geopolitik dan geostrategi menjadi bahan tinjauan. 90% energi yang dibutuhkan Jepang dikapakan melalu perairan Indonesa. 60% ekspor Austalia dikirim ke Asia melalui perairan Indonesia. Amerika Serikat minta innocentpassage melinta dari timur ke barat di dalam wilayah perairan territorial indonesia, bagi pemelihara hegemoni dan aksesnya ke sumber minyak di TimurTengah, tidak heran jika banyak negara berkepentingan terhadap kestabilan atau instabilitas indonesia yang kaya akan minyak, mineral, hutan dan aneka ragam kekayaan laut. Oleh karenaya salah satu konsekuensi dari ciri letak strategis dan kekayaan SDA tadi adalah masuknya berbagai pekentingan asing ke dalam negeri kita.
Pergesekan antar berbagai kepentingan asing tersebut selain aneka kepentingan internal / nasional dapat dilahirkan berbagai macam konflik di Indonesia. Sedangkan secara demografis dengan 1072 etnik yang menghuni kepulauan Indonesia serta ribuan macam adat-budaya, ratusan macam bahasa serta sekian banyak agama yang menjadi ciri pluriformitas bangsa,sudah barang tentu selain menyimpan berbagai macam kekayaan budaya, juga sekaligus mengandung berbagai potensi dan sumber konflik.
Tanpa disadari sebenarnya saat ini bangsa Indonesia sedang terlibat dalam suatu peperangan dalam kondisi terdesak hampir terkalahkan. Kita dapat saksikan dengan kasat mata terpinggirkannya nilai-nilai luhur budaya bangsa seperti kekeluargaan, gotong-royong, toleransi, musyawarah mufakat dan digantikan oleh individualisme, kebebasan tanpa batas, sistem one man one vote dan sebagainya.
Sikap yang harus ditunjukan dalam pengaruh globalisasi terhadap kehidupan bangsa dan Negara adalah sebagai berikut :
1. Bangsa Indonesia harus mempunyai sikap dan tindakan riil terhadap bentuk-bentuk kekerasan yang berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia dan mengecam pihak-pihak yang melakukannya tanpa adanya tekanan dari berbagai pihak.
2.Pemerintah ikut serta dalam misi perdamaian dunia dibwah komando PBB di daerah-daerah konflik.
3.Bangsa Indonesia harus bertindak tegas terhadap berbagai bentuk intervensi dari negara-negara lain atau lembaga Internasional.
4. Bangsa Indonesia harus mempunyai sikap dalam menjaga nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang bermartabat.Sejalan dengan banyaknya saluran komunikasi dan informasi yang banyak bertentangan dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia, seperti aksi kekerasan , pornografi, penistaan agama, dan lain-lain.
5.Bangsa Indonesia harus meningkatkan perannya dalam pergaulan Internasional yang menyangkut masalah isu sentral yang berkaitan dengan demokrasi, HAM, lingkungan hidup, dan keamanan karena Indonesia sebagai salah satu bangsa yang besar mempunyai kepentingan pula dalam masalah-masalah tersebut.
1.     MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan penulisan ini diharapkan agar pembaca dapat memaknai serta mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila dan undang – undang 1945 dalam bidang Politik, Ekonomi, Sosial budaya dan Hukum secara benar. penulisan ini diharapkan dapat mencerahkan kembali ideology pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga Negara ini (Indonesia) dapat tetap hidup dengan jati dirinya untuk mencapai cita-citanya
1.     3. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan penulisan ini diharapkan agar pembaca dapat memaknai serta mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila dan undang – undang 1945 dalam bidang Politik, Ekonomi, Sosial budaya dan Hukum secara benar. penulisan ini diharapkan dapat mencerahkan kembali ideology pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga Negara ini (Indonesia) dapat tetap hidup dengan jati dirinya untuk mencapai cita-citanya
1.     4. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari penulisan ini adalah dampak-dampak dari globalisasi terhadap kehidupan bangsa Indonesia dan juga penerapan aktualisasi pancasila dan UUD 45 ini adalah dalam bidang :
·  
o    Bidang Politik
o    Bidang Ekonomi
o    Bidang Sosial Budaya
o    Bidang Hukum
Ruang lingkup yang berhubungan dengan aktualisasi ini adalah untuk seluruh warga Negara Indonesia.baik yang berada dibidang- bidang tertentu maupun dalam bidang apapun .

————————————————————————————————-
BAB II
PEMBAHASAN
AKTUALISASI PENGAMALAN PANCASILA DAN UUD 1945 DALAM ERA GLOBALISASI
Sebagai suatu paradigma, Pancasila merupakan model atau pola berpikir yang mencoba memberikan penjelasan atas kompleksitas realitas sebagai manusia personal dan komunal dalam bentuk bangsa. Pancasila yang merupakan satuan dari sila-silanya harus menjadi sumber nilai, kerangka berfikir, serta asas moralitas bagi pembangunan.
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi obyektif dan subyektif.
·         Aktualisasi Obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislative, eksekutif maupun yudikatif.
·         Aktualisasi Subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat. Aktualisasi yang subjektif tersebut tidak terkecuali baik warga negara biasa, aparat penyelenggara negara, penguasa negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik perlu mawas diri agar memiliki moral Ketuhanan dan Kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
1.     BIDANG POLITIK
Landasan aksiologis (sumber nilai) system politik Indonesia adalah dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV “….. maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemasusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia”.Sehingga system politik Indonesia adalah Demokrasi pancasila .
Dimana demokrasi pancasila itu merupakan system pemerintahan dari rakyat dalam arti rakyat adalah awal mula kekuasaan Negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-cita. Organisasi sosial politik adalah wadah pemimpin-pemimpin bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan keahliannya, peran dan tanggung jawabnya. Sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi sosial politik seperti para pegawai Republik Indonesia harus mengikuti pedoman pengamalan Pancasial agar berkepribadian Pancasila karena mereka selain warga negara Indonesia, juga sebagai abdi masyarakat, dengan begitu maka segala kendala akan mudah dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup bangsa Indonesia akan terwujud.
Nilai dan ruh demokrasi yang sesuai dengan visi Pancasila adalah yang berhakikat:
a. kebebasan, terbagikan/terdesentralisasikan, kesederajatan, keterbukaan, menjunjung etika dan norma kehidupan
b. kebijakan politik atas dasar nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi yang memperjuangkan kepentingan rakyat , kontrol publik,
c. Pemilihan umum yang lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat yang seluas-luasnya
d. supremasi hukum.
Begitu pula standar demokrasinya yang :
a. bermekanisme ‘checks and balances’, transparan, akuntabel,
b. berpihak kepada ‘social welfare’, serta
c. meredam konflik dan utuhnya NKRI.
perbaikan moral tiap individu yang berimbas pada budaya anti-korupsi serta melaksanakan tindakan sesuai aturan yang berlaku adalah sedikit contoh aktualisasi Pancasila secara Subjektif. Aktualisasi secara objektif seperti perbaikan di tingkat penyelenggara pemerintahan. Lembaga-lembaga negara mesti paham betul bagaimana bekerja sesuai dengan tatanan Pancasila. Eksekutif, legislatif, maupun yudikatif harus terus berubah seiring tantangan zaman.
(Kompas, 01 April 2003). “Demokrasi sebagai suatu sistem kehidupan didalam masyarakat dijamin keleluasaannya untuk mengekspresikan kepentingan”. Pada kalimat itulah yang kemudian berkembang bahwa kepentingan kelompok cenderung akan lebih besar daripada kepentingan nasional. Demi kepentingan kelompok/partai, mereka rela menggunakan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan dan untuk memperbesar cengkeramannya pada upaya penguasaan bangsa. Pada kenyataannya kepentingan rakyat dan kepentingan Nasional justru diabaikan pada hal mereka itu adalah konstituen yang harusnya mendapat perhatian dan kesejahteraan.
Penyelenggaraan negara yang menyimpang dari ideologi pancasila dan mekanisme Undang Undang Dasar 1945 telah mengakibatkan ketidak seimbangan kekuasaan diantara lembaga-lembaga negara dan makin jauh dari cita-cita demokrasi dan kemerdekaan yang ditandai dengan berlangsungnya sistem kekuasaan yang bercorak absoluth karena wewenang dan kekuasaan Presiden berlebih (The Real Executive ) yang melahirkan budaya Korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga terjadi krisis multidimensional pada hampir seluruh aspek kehidupan.
Ini bisa dilihat betapa banyaknya pejabat yang mengidap penyakit “amoral” meminjam istilah Sri Mulyani-moral hazard. Hampir tiap komunitas (BUMN maupun BUMS), birokrasi, menjadi lumbung dan sarang “bandit” yang sehari-hari menghisap uang negara dengan praktik KKN atau kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Sejak Republik Indonesia berdiri, masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme selalu muncul ke permukaan. Bermacam-macam usaha dan program telah dilakukan oleh setiap pemerintahan yang berkuasa dalam memberantas korupsi tetapi secara umum hukuman bagi mereka tidak sebanding dengan kesalahannya, sehingga gagal untuk membuat mereka kapok atau gentar. Mengapa tidak diterapkan, misalnya hukuman mati atau penjara 150 tahun bagi yang terbukti.
Para elit politik dan golongan atas seharusnya konsisten memegang dan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap tindakan. Dalam era globalisasi saat ini , pemerintah tidak punya banyak pilihan. Karena globalisasi adalah sebuah kepastian sejarah, maka pemerintah perlu bersikap. ”Take it or Die” atau lebih dikenal dengan istilah ”The Death of Government”. Kalau kedepan pemerintah masih ingin bertahan hidup dan berperan dalam paradigma baru ini maka orientasi birokrasi pemerintahan seharusnya segera diubah menjadi public services management.
1.     BIDANG EKONOMI
Pengaktualisasian pancasila dalam bidang ekonomi yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi Pancasila yang menekankan pada harmoni mekanisme harga dan social (sistem ekonomi campuran), bukan pada mekanisme pasar yang bersasaran ekonomi kerakyatan agar rakyat bebas dari kemiskinan, keterbelakangan, penjajahan/ketergantungan, rasa was-was, dan rasa diperlakukan tidak adil yang memosisikan pemerintah memiliki asset produksi dalam jumlah yang signifikan terutama dalam kegiatan ekonomi yang penting bagi negara dan yang menyangkut hidup orang banyak. Sehingga perlu pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila sehingga dapat menjamin dan berpihak pada pemberdayaan koperasi serta usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM).selain itu ekonomi yang berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain untuk memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyai kebutuhan dimana orang lain tidak diharapkan ada atau turut campur.
Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan. Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan. Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan.
Pilar Sistem Ekonomi Pancasila yang meliputi:
1. ekonomika etik dan ekonomika humanistik
2. nasionalisme ekonomi & demokrasi ekonomi
3. ekonomi berkeadilan social.
Namun pada kenyataannya, sejak pertengahan 1997 krisis ekonomi yang menimpa Indonesia masih terasa hingga hari ini. Di tingkat Asia, Indonesia yang oleh sebuah studi dari The World Bank (1993) disebut sebagai bagian dari Asia miracle economics, the unbelieveble progress of development, ternyata perekonomiannya tidak lebih dari sekedar economic bubble, yang mudah sirna begitu diterpa badai krisis (World Bank, 1993).
Krisis ekonomi terbesar sepanjang sejarah bangsa Indonesia Orde Baru dan Orde Lama yang dialami sekarang ini telah mencuatkan tuntutan reformasi total dan mendasar (radically). Bermula dari krisis moneter (depresi rupiah) merambah ke lingkungan perbankan hingga ke lingkup perindustrian.
Kebijakan perekonomian Indonesia yang diterapkan tidak membumi, hanya sebatas “membangun rumah di atas langit” dan akibatnya upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat menjadi tersingkirkan. Rakyat masih terus menjadi korban kegagalan kebijakan pemerintah.
Potret perekonomian Indonesia semakin buram, memperhatikan kebijakan pemerintah yang selalu “pasrah” dengan Bank Dunia atau pun International Monetary Fund (IMF) dalam mencari titik terang perbaikan ekonomi Indonesia. Belum lagi menumpuknya utang luar negeri semakin menghimpit nafas bangsa Indonesia, sampai-sampai seorang bayi baru lahir pun telah harus menanggung hutang tidak kurang dari 7 juta rupiah.
Seorang pengamat Ekonomi Indonesia, Prof. Laurence A. Manullang, mengatakan bahwa selama bertahun-tahun berbagai resep telah dibuat untuk menyembuhkan penyakit utang Internasional, tetapi hampir disepakati bahwa langkah pengobatan yang diterapkan pada krisis utang telah gagal. Fakta yang menyedihkan adalah Indonesia sudah mencapai tingkat ketergantungan (kecanduan) yang sangat tinggi terhadap utang luar negeri. Sampai sejauh ini belum ada resep yang manjur untuk bisa keluar dari belitan utang. Penyebabnya adalah berbagai hambatan yang melekat pada praktik yang dijalankan dalam sistem pinjaman internasional, tepatnya negara-negara donor (Bogdanowicz-Bindert, 1993).
Keputusan pemerintah yang terkesan tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan untuk segera memasuki industrialisasi dengan meninggalkan agraris, telah menciptakan masalah baru bagi national economic development. Bahkan menurut sebagian pakar langkah Orde baru dinilai sebagai langkah spekulatif seperti mengundi nasib, pasalnya, masyarakat Indonesia yang sejak dahulu berbasis agraris Sebagai konsekuensinya, hasil yang didapat, setelah 30 tahun dicekoki ideologi ‘ekonomisme’ itu justru kualitas hidup masyarakat Indonesia semakin merosot tajam (dekadensia).
Jika hingga saat ini kualitas perekonomian belum menampakkan perubahan yang signifikan, tidak menutup kemungkinan, akan mendapat pukulan mahadasyat dari arus globalisasi. Kekhawatiran ini muncul, karena pemerintah dalam proses pemberdayaan masyarakat lemah masih parsial dan cenderung dualisme, antara kemanjaan (ketergantungan) pemerintah kepada IMF, sementara keterbatasan akomodasi bentuk perekonomian masyarakat yang tersebar (diversity of economy style) di seluruh pelosok negeri tidak tersentuh. Hal ini juga terlihat jelas pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak proporsional, tidak mencerminkan model perekonomian yang telah dibangun oleh para Founding Father terdahulu. Hal ini dapat dilihat pada beberapa kasus, misalnya, pencabutan subsidi di tengah masyarakat yang sedang sulit mencari sesuap nasi, mengelabuhi masyarakat dengan raskin (beras untuk rakyat miskin), atau jaring pengaman sosial (JPS) lain yang selalu salah alamat.
1.     3. BIDANG SOSIAL BUDAYA
Perkembangan dunia yang tanpa batas dapat menimbukan dampak positif maupun dampak negativ. Dari setiap dampak yang ditimbulkan, dalam bidang sosial budaya tampak nyata berpengaruh dalam setiap aktivitas kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat ditunjukan adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan konsumtif, bahkan menggeser nilai-nilai lokal yang selama ini diprtahankan. Sikap yang harus ditunjukkan oleh masyarakat Indonesia sebagai pengamalan dari Pancasila dalam menghadapi nilai-nilai globalisasi, terutama dalam kehidupan social budaya.
Pertama, gaya hidup masyarakat harus diselaraskan dengan nilai, norma, estetika, terutama yang berkaitan dengan mode pakaian, pergaulan dan kebiasaan hidup, serta adapt istiadat. Sikap yang harus ditunjukkan terhadap pengaruh tersebut , adalah dengan adanya himbauan, pendidikan, bahkan aturan yang tegas terhadap fenomena tersebut dalam menjaga nilai-nilai yang selama ini dijaga oleh bangsa Indonesia. Cara efektif dalam menangkalnya adalah dengan melalui pendidikan formal maupun nonformal, baik disekolah, pendidikan keagamaan dan acara-acara lain yang memberikan perhatian terhadap etika dan moral bangsa Indonesia.
Kedua, sikap individualisme yang memengaruhi budaya masyarakat Indonesia yang biasa bergotong-royong dan kekeluargaan. Hal tersebut perlu diperhatikan dalam kehidupan social masyarakat Indonesia.
Ketiga, pengaruh sikap materialistis dan sekularisme, yaitu sikap yang lebih mementingkan nilai materi daripada yang lainnya sehingga dapat merusak sendi-sendi kehidupan yang menjunjung keadilan dan moralitas. Selain itu, sekularisme perlu juga diwaspadai karena Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan.
1.     4. BIDANG HUKUM
Pengembangan prinsip-prinsip yang berbasis pada filosofi kemanusiaan dalam nilai-nilai Pancasila, antara lain :
>  Perdamaian—bukan perang.
> Demokrasi—bukan penindasan.
> Dialog—bukan konfrontasi.
> Kerjasama—bukan eksploitasi.
> Keadilan—bukan standar ganda.
Pertahanan dan Keamanan Negara harus berdasarkan pada tujuan demi tercapainya hidup manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan hankam. Pertahanan dan keamanan harus diletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai soatu Negara hukum dan bukannya suatu Negara yang berdasarkan kekuasaan.
Pertahanan dan Keamanan, Pancasila dapat dijadikan sebagai margin of appreciation akan mengandung fungsi-fungsi sebagai: the line at which supervision should give way to State’s discretion in enacting or enforcing its law, striking(menemukan) a balance between a right quaranteed and a permitted derogation (limitation), Move principle of justification than interpretation, Preventing unneccesarry restriction, To avoid damaging dispute, A Uniform Standard of Protection, Gives flexibility needed to avoid damaging confrontantions.
Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation di bidang hukum akan mewarnai segala sub sistem di bidang hukum, baik substansi hukum yang bernuansa “law making process”, struktur hukum yang banyak bersentuhan dengan “law enforcement” maupun budaya hukum yang berkaitan dengan “law awareness”. Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation yang mengendalikan kontekstualisasi dan implementasinya telah terjadi pada:
1. Pada saat dimantabkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada saat 4 kali proses amandemen
2. Pada saat merumuskan HAM dalam hukum positif Indonesia
3. Pada saat proses internal di mana The Founding Fathers menentukan urutan Pancasila.
Mengingat TNI sebagai bagian integral bangsa Indonesia senantiasa memegang teguh jati diri sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional berperan serta mewujudkan keadaan aman dan rasa aman masyarakat, sesuai perannya sebagai alat petahanan NKRI. TNI sebagai bagian dari rakyat berjuang bersama rakyat, senantiasa menggugah kepedulian TNI untuk mendorong terwujudnya kehidupan demokrasi, juga terwujudnya hubungan sipil militer yang sehat dan persatuan kesatuan bangsa melalui pemikiran, pandangan, dan langkah-langkah reformasi internal ini.
Beberapa arah kebijakan negara yang tertuang dalam GBHN, dan yang harus segera direlisasikan, khususnya dalam bidang hukum antara lain:
1.     Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbarui Undang-undang warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidak adilan gender dan ketidak sesuaiaannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.
2.     Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan para penegak hukum, termasuk Kepolisian RI, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidikan, serta pengawasan yang efektif.
3.     Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak manapun.
4.     Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum.
Satu hal yang perlu kita garis bawahi, bahwa Indonesia adalah negara hukum, artinya semua lembaga, institusi maupun person yang ada di dalamnya harus tunduk dan patuh pada hukum. Maka ketika hukum di Indonesia betul-betul ditegakkan dengan tegas, dan dikelola dengan jujur, adil dan bijaksana, insya Allah negeri ini akan makmur dan tentram
Namun saat ini betapa rapuhnya sistem dan penegakkan hukum (law enforcement) di negeri ini dan karena itu merupakan salah satu kendala utama yang menghambat kemajuan bangsa, sistem hukum yang masih banyak mengacu pada sistem hukum kolonial, penegakkan hukum yang masih terkesan tebang pilih, belum konsisten merupakan mega pekerjaan rumah serta jalan panjang yang harus ditempuh dalam bidang hukum, Kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum, termasuk lembaga-lembaga penegak hukum, kian terpuruk . contohnya setelah putusan Kasasi Akbar Tanjung, sebagian besar masyarakat menganggap putusan Mahkamah Agung itu mengusik keadilan masyarakat sehingga menimbulkan rasa kekecewaan yang sangat besar. Akibatnya, kini ada kecenderungan munculnya sinisme masyarakat terhadap setiap gagasan dan upaya pembaharuan hukum yang dimunculkan oleh negara maupun civil society.
Patut kita jadikan referensi tersendiri kasus-kasus menarik MA, berawal dari isu kolusi dalam kasus Ghandi Memorial School (GMS), yang menjadi sangat menarik karena kasus ini justru berasal dari Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto. Dan kasus korupsi dana non bagiter bulog senilai 40 miliar, yang menjadi tersangka utama ketua DPR RI, yang sekaligus Ketua Umum Partai yang berlambang pohon beringin, Akbar Tanjung. Yang kesemuanya itu merupakan representasi dari berbagai putusan pengadilan atas kasus-kasus korupsi lainnya yang mengabaikan rasa keadilan masyarakat dan sense of crisis. Sejak komitmen reformasi dicanangkan tahun 1998, mandat reformasi hukum paling utama adalah “ Membersihkan sapu kotor” agar mampu Membersihkan “lantai kotor”. Sapu kotor menggambarkan institusi penegak hukum kita kepolisian, kejaksaan, dan peradilan yang belum steril dari praktek korupsi sehingga menyulitkan untuk melaksanakan mandat penegakan hukum secara tidak diskriminatif.
————————————————————————————————
BAB III
PENUTUP
1.     1. KESIMPULAN
Bidang politik :
Pengembangan politik yang dilandasi kedaulatan rakyat sesuai dengan hak asasi manusia
Bidang ekonomi :
Pengembangan ekonomi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk menciptakan kesejahteraan yang merata
Bidang sosial budaya :
Bangsa yang memiliki beragam jenis budaya harus terus dilestarikan. Karena bangsa Indonesia adalah bhineka tunggal ika
Bidang hukum :
Jadi dengan pengembangan – pengembangan diatas dapat mewujudkan bangsa ini menjadi lebih baik lagi
1.     2. SARAN
Dari paparan pembahasan di atas, Indonesia perlu menata kekuatan struktural guna melakukan proses penguatan potensi local Selain penguatan struktural, pembenahan mental (kultural) bangsa ini pun perlu dipikirkan. Harus jujur dan lapang dada kita akui bahwa saat ini bangsa Indonesia memiliki kebiasaan kultural “mentalitas orang kalah”. Kerap kali kita terlalu terbuka menerima pengaruh dari luar. Ironisnya, pengaruh luar yang masuk ditelan begitu saja.
Selain itu perlu pula digalakkan kembali penanaman nilai-nilai Pancasila melalui proses pendidikan dan keteladanan. Beberapa langkah mengantisipasi arus globalisasi yang kian datang menerpa, diantaranya:
1. kembali ke pancasila dan spirit dasar pembukaanUUD 1945
2. membangun nasionalisme
3. mengembangkan kembali konsep wawasan nusantara
4. mengangkat ‘budaya’ sebagai leading sector pembangunan nasional.
5. menghargai kearifan lokal (local wisdom)
6. kanalisasi arus globalisasi